Tsunami, Sejarah Dan Dampaknya!!
11 Maret 2016
Istilah “tsunami,” yang dalam bahasa Jepang berarti gelombang
pelabuhan, menjadi bagian dari bahasa dunia pasca tsunami raksasa Meiji
pada tanggal 15 Juni 1896 yang melanda Jepang dan menyebabkan 21.000
orang kehilangan nyawa. Untuk memahami tsunami, sangatlah penting untuk
dapat membedakannya dari pergerakan pasang-surut dan gelombang biasa
yang diakibatkan oleh angin. Angin yang bertiup di atas permukaan laut
menimbulkan arus yang terbatas pada lapisan bagian atas laut dengan
memunculkan gelombang-gelombang yang relatif kecil. Misalnya; para
penyelam dengan tabung udara dapat dengan mudah menyelam ke bawah dan
mencapai lapisan air yang tenang.
Gelombang laut mungkin dapat mencapai setinggi 30 meter atau lebih saat terjadi badai dahsyat, tapi hal ini tidak menyebabkan pergerakan air di kedalaman. Selain itu, kecepatan gelombang laut biasa yang diakibatkan angin tidaklah lebih dari 20 km/jam. Sebaliknya, gelombang tsunami dapat bergerak pada kecepatan 750-800 km/jam. Gelombang pasang surut bergerak di permukaan bumi dua kali dalam rentang waktu satu hari dan, seperti halnya tsunami, dapat menimbulkan arus yang mencapai kedalaman hingga dasar samudra. Namun, berbeda dengan gelombang pasang surut, penyebab gelombang tsunami bukanlah gaya tarik bumi dan bulan.
Gelombang laut mungkin dapat mencapai setinggi 30 meter atau lebih saat terjadi badai dahsyat, tapi hal ini tidak menyebabkan pergerakan air di kedalaman. Selain itu, kecepatan gelombang laut biasa yang diakibatkan angin tidaklah lebih dari 20 km/jam. Sebaliknya, gelombang tsunami dapat bergerak pada kecepatan 750-800 km/jam. Gelombang pasang surut bergerak di permukaan bumi dua kali dalam rentang waktu satu hari dan, seperti halnya tsunami, dapat menimbulkan arus yang mencapai kedalaman hingga dasar samudra. Namun, berbeda dengan gelombang pasang surut, penyebab gelombang tsunami bukanlah gaya tarik bumi dan bulan.
Tsunami merupakan gelombang laut berperiode panjang yang terbentuk akibat adanya energi yang merambat ke lautan akibat gempa bumi, letusan gunung berapi dan runtuhnya lapisan-lapisan kerak bumi yang diakibatkan bencana alam tersebut di samudra atau di dasar laut, peristiwa yang melibatkan pergerakan kerak bumi seperti pergeseran lempeng di dasar laut, atau dampak tumbukan meteor. Ketika lantai dasar samudra berpindah tempat dengan kecepatan tinggi, seluruh beban air laut di atasnya terkena dampaknya. Apa yang terjadi di lantai dasar samudra dapat disaksikan pengaruhnya di permukaan air laut, dan keseluruhan beban air laut tersebut, hingga kedalaman 5.000 – 6.000 meter, bergerak bersama dalam bentuk gelombang. Satu rangkaian bukit dan lembah gelombang itu dapat meliputi wilayah hingga seluas 10.000 kilometer persegi.
Tsunami tidak berdampak dilautan lepas
Di laut lepas tsunami bukanlah berupa tembok air sebagaimana yang dibayangkan kebanyakan orang, tetapi umumnya merupakan gelombang berketinggian kurang dari 1 meter dengan panjang gelombang sekitar 1.000 kilometer. Di sini dapat dipahami bahwa permukaan gelombang memiliki kemiringan sangat kecil (ketinggian 1 cm yang terbentang sejauh 1 km). Di wilayah samudra dalam dan lepas, gelombang seperti ini terjadi tanpa dapat dirasakan, meskipun bergerak pada kecepatan sebesar 500 hingga 800 km/jam. Hal ini dikarenakan pengaruhnya tersamarkan oleh gelombang permukaan laut biasa. Agar lebih memahami betapa tingginya kecepatan gelombang tsunami, dapat kami katakan bahwa gelombang tersebut mampu menyamai kecepatan pesawat jet Boeing 747. Tsunami yang terjadi di laut lepas tidak akan dirasakan sekalipun oleh kapal laut.
Tsunami memindahkan 100.000 ton air ke daratan
Penelitian menunjukkan bahwa tsunami ternyata bukan terdiri dari
gelombang tunggal, melainkan terdiri atas rangkaian gelombang dengan
satu pusat di tengah, seperti sebuah batu yang dilemparkan ke dalam
kolam renang. Jarak antara dua gelombang yang berurutan dapat mencapai
500-650 kilometer. Ini berarti tsunami dapat melintasi samudra dalam
hitungan jam saja. Tsunami hanya melepaskan energinya ketika mendekati
wilayah pantai. Energi yang terbagi merata pada segulungan air raksasa
menjadi semakin memadat seiring dengan semakin mengerutnya gulungan air
tersebut, dan meningkatnya tinggi gelombang permukaan secara cepat dapat
diamati.
Gelombang berketinggian kurang dari 60 cm di laut lepas kehilangan kecepatannya saat mendekati perairan dangkal, dan jarak antargelombangnya pun berkurang. Akan tetapi, gelombang yang saling bertumpang tindih memunculkan tsunami dengan membentuk dinding air. Gelombang raksasa ini, yang biasanya mencapai ketinggian 15 meter tapi jarang melebihi 30 meter, melepaskan kekuatan dahsyat saat menerjang pantai dengan kecepatan tinggi, sehingga menyebabkan kerusakan hebat dan menelan banyak korban jiwa.
Tsunami memindahkan lebih dari 100.000 ton air laut ke daratan untuk setiap meter garis pantai, dengan daya rusak yang sulit dibayangkan. (Gelombang tsunami terbesar yang pernah diketahui, yang melanda Jepang pada bulan Juli 1993, naik hingga 30 meter di atas permukaan air laut.) Tanda awal datangnya tsunami biasanya bukanlah berupa dinding air, akan tetapi surutnya air laut secara mendadak.
Penyebab tingginya daya rusak tsunami
Menurut informasi yang diberikan oleh Dr. Walter C. Dudley, profesor
oseanografi dan salah satu pendiri Museum Tsunami Pasifik, tak menjadi
soal seberapa besar kekuatan gempa bumi, pergerakan lantai dasar samudra
merupakan syarat terjadinya tsunami. Dengan kata lain, semakin besar
perpindahan lempeng kerak bumi di lantai dasar samudra, semakin besar
jumlah air yang digerakkannya, dan hal ini akan menambah kedahsyatan
tsunami. Hal lain yang meningkatkan daya rusak tsunami adalah struktur
pantai yang diterjangnya: Selain faktor seperti bentuk pantai yang
berupa teluk atau semenanjung, landai atau curam, bagian dari pantai
yang selalu berada di dalam air mungkin saja memiliki struktur yang
dapat menambah kedahsyatan gelombang pembunuh.
Dalam pernyataannya lain, yang memperjelas bahwa tindakan pencegahan yang dilakukan tidak dapat dianggap sebagai jalan keluar sempurna, Dudley mengatakan bahwa Amerika dan Jepang telah mendirikan perangkat pemantau paling mutakhir di Samudra Pasifik, tapi seluruh perangkat ini memiliki tingkat kesalahan lima puluh persen!
Tsunami besar yang tercatat dalam sejarah
Gelombang raksasa paling tua yang pernah diketahui akibat gempa di
laut, yang diberi nama “tsunami” oleh orang Jepang dan “hungtao” oleh
orang Cina, adalah yang terjadi di Laut Tengah sebelah timur pada
tanggal 21 Juli 365 M dan menewaskan ribuan orang di kota Iskandariyah, Mesir.
Ibukota Portugal hancur akibat gempa dahsyat Lisbon pada tanggal 1 November 1775. Gelombang samudra Atlantik yang mencapai ketinggian 6 meter meluluhlantakkan pantai-pantai di Portugal, Spanyol dan Maroko.
27 Agustus 1883: Gunung berapi
Krakatau di Indonesia meletus dan gelombang tsunami yang menyapu
pantai-pantai Jawa dan Sumatra menewaskan 36.000 orang. Letusan gunung
berapi tersebut sungguh dahsyat sehingga selama bermalam-malam langit
bercahaya akibat debu lava berwarna merah.
15 Juni 1896: “Tsunami Sanriku”
menghantam Jepang. Tsunami raksasa berketinggian 23 meter tersebut
menyapu kerumunan orang yang berkumpul dalam perayaan agama dan menelan
26.000 korban jiwa.
17 Desember 1896: Tsunami merusak bagian pematang Santa Barbara di California, Amerika Serikat, dan menyebabkan banjir di jalan raya utama.
31 Januari 1906: Gempa di samudra
Pasifik menghancurkan sebagian kota Tumaco di Kolombia, termasuk seluruh
rumah di pantai yang terletak di antara Rioverde di Ekuador dan Micay
di Kolombia; 1.500 orang meninggal dunia.
1 April 1946: Tsunami yang
menghancurkan mercu suar Scotch Cap di kepulauan Aleut beserta lima
orang penjaganya, bergerak menuju Hilo di Hawaii dan menewaskan 159
orang.
22 Mei 1960: Tsunami berketinggian 11
meter menewaskan 1.000 orang di Cili dan 61 orang di Hawaii. Gelombang
raksasa melintas hingga ke pantai samudra Pasifik dan mengguncang
Filipina dan pulau Okinawa di Jepang.
28 Maret 1964: Tsunami “Good Friday”
di Alaska menghapuskan tiga desa dari peta dengan 107 warga tewas, dan
15 orang meninggal dunia di Oregon dan California.
16 Agustus 1976: Tsunami di Pasifik menewaskan 5.000 orang di Teluk Moro, Filipina.
17 Juli 1998: Gelombang laut akibat
gempa yang terjadi di Papua New Guinea bagian utara menewaskan 2.313
orang, menghancurkan 7 desa dan mengakibatkan ribuan orang kehilangan
tempat tinggal.
26 Desember 2004: Gempa berkekuatan
8,9 pada skala Richter dan gelombang laut raksasa yang melanda enam
negara di Asia Tenggara menewaskan lebih dari 156.000 orang.
11 Maret 2011: gempa berkekuatan 8,8
skala richter mengguncang jepang dan hingga saat ini korban diperkirakan
mencapai 1600 orang dan masih bertambah